11.02.2012

Tantangan Pendidik Indonesia Membangun Perspektif Global

Globalisasi mendatangkan implikasi besar pada perkembangan aspek-aspek kehidupan, baik pada aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, tidak terkecuali pada bidang pendidikan. Globalisasi pada bidang teknologi dan informasi menyebabkan penyebaran arus informasi begitu deras, serta perkembangan teknologi begitu cepat. Dari kedua hal tersebut hal yang paling logis terjadi adalah keterbukaan dan persaingan. Dimana masyarakat kita akan berhadapan langsung dengan masyarakat di belahan dunia manapun, produk hasil karya bangsa kita akan dihadapkan pada produk hasil karya bangsa lain, anak didik kita pun akan dihadapkan pada kompetisi global menghadapi hasil didikan bangsa lain.Persaingan yang semakin nyata dan “ketat” ini menyaratkan kompetensi dan profesionalisme, dimana kedua hal tersebut mengharuskan kita untuk memiliki mutu individual sebagai seorang guru maupun mutu institusi kita yaitu sekolah/yayasan. Persepktif global menjadi acuan kepada kita untuk dapat mempersiapkan diri menjawab tantangan global.
Profesionalisme
Paling tidak makna profesionalisme sering kita tafsirkan sebagai sebuah totalisas, penghargaan dan tanggung jawab penuh pada profesi, defisini dan fungsi guru tidak bisa disamakan lagi dengan guru “pengajar pengajian”, yang mengajar karena panggilan jiwa dan seikhlasnya. Datang hanya karena panggilan jiwa. Sehingga datang, dan tidak datangnya, tersampaikan atau tidak materi yang di paparkannya sulit dievaluasi dan dinilai pencapaian sasarannya. Guru sebagai sebuah profesi harus memenuhi kewajiban profesi. sehingga profesionalisme ini yang akan mengangkat bentuk penghargaan negara dan masyarakat pada profesi guru.
Guru dan Teknologi
Guru dihadapkan pada peserta didik yang hidup bersama teknologi maju, yang tidak dirasakan oleh guru pada masa sebelumnya, akses informasi siswa sangat massiv dan terbuka. sehingga seringkali guru sulit mengikuti perkembangan siswa, terutama dalam melakukan pengawasn dan pendidikan kontekstual. Padahal teknologi sering diibaratkan sebagai pisau bermata dua, satu sisi bermanfaat, satu sisi mendatangkan mudhorot. Bahkan kadangkala sisi yang satu (mudhorot) lebih besar dari sisi lainnya, hal ini bisa kita analogikan seperti orangtua yang melepas anaknya memegang pisau tanpa didampingi. Yang ada adalah anak itu akan terpotong tangannya.
Pemanfaatkan teknologi tepat guna, ini tidak bisa hanya dilakukan oleh guru IT. Tetapi juga mata pelajaran lain, agar siswa diberikan pemahaman tentang bagaimana memanfaatkan teknologi ini secara benar. Tanpa bimbingan guru siswa tidak mengerti bagaimana harus memanfaatkan teknologi secara tepat guna, bahkan yang ada siswa akan memenuhi kebutuhan id-nya seperti bermain game, dsb.
Siswa yang kecanduan teknologi informasi saat ini menjadi fenomena yang jamak. Terutama game online, bahkan sebagian mereka mulai mengakses situs porno. Lantas bagaimana guru menghadapi ini semua? ini menjadi kasus pada konteks kekinian yang harus kita jawab. saya akan coba memberikan beberapa alternatif.
Guru tidak akan mampu melarang anak untuk tidak menggunakan teknologi informasi, karena memang hal itu mustahil
Guru tidak melakukan judgement, atau sikap permusuhan terhadap anak yang sering bermain game online atau yang kedapatan sering membukan situs porno. Tetapi guru harus hadir sebagai teman.
Melakukan pendampingan atau memberikan saran kepada orangtua untuk melakukan pendampingan ketika anak sedang bermain
Guru harus mengalihkan sedikit-sedikit pada aktivitas TI yang ia senangi, misalnya game edukasi, dll.
Guru dan Informasi
Dekade sekarang masyarakat dunia sedang merasakan pengalaman baru mengakses informasi melalui telephone genggamnya. begitu mudah dan nyaris tanpa kontrol dari pihak yang berwenang, di tengah derasnya arus informasi. Guru dihadapkan pada perubahan sosio-kultur masyarakat, terlebih pada peserta didik yang terlihat lebih dewasa, terlihat lebih memiliki informasi global, juga pada aspek perubahan nilai dan tingkah laku yang besar dipengaruhi informasi-informasi tersebut
Untuk itu nilai (moral/agama) menjadi modal utama guru untuk memberikan auto-protected kepada siswa. Karena pengawasan siswa mengakses informasi tidak mungkin dilakukan, untuk itu auto-proteksi ini sangat penting diberikan agar siswa mampu memilih sendiri mana informasi yang baik dan informasi yang tidak baik. tentunya hal itu harus diarahkan
Guru-Masyarakat-Orangtua
saya pernah dimarahi oleh Prof. Arif Rahman ketika “curhat” bahwa orangtua siswa di sekolah saya menganggap bahwa tanggungjawabnya mendidik selesai karena telah menyerahkan anaknya untuk dididik di sekolah. Menurutnya “Orang tua yang berpikir seperti itu adalah orang tua yang tidak dilibatkan sekolah, dalam penentuan kebijakan, masalah-masalah anak, atau laporan perkembangannya, dan hal-hal lain menyangkut pendidikan anak
Padahal seperti yang kita ketahui bersama bahwa keberhasilan tujuan pendidikan terletak pada sinergi antara guru, siswa, dan masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar

"Senyum Ceria Membaca Dunia"

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Lelly Chusna | Owner