11.02.2012

Tantangan Pendidik Indonesia Membangun Perspektif Global

Globalisasi mendatangkan implikasi besar pada perkembangan aspek-aspek kehidupan, baik pada aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, tidak terkecuali pada bidang pendidikan. Globalisasi pada bidang teknologi dan informasi menyebabkan penyebaran arus informasi begitu deras, serta perkembangan teknologi begitu cepat. Dari kedua hal tersebut hal yang paling logis terjadi adalah keterbukaan dan persaingan. Dimana masyarakat kita akan berhadapan langsung dengan masyarakat di belahan dunia manapun, produk hasil karya bangsa kita akan dihadapkan pada produk hasil karya bangsa lain, anak didik kita pun akan dihadapkan pada kompetisi global menghadapi hasil didikan bangsa lain.Persaingan yang semakin nyata dan “ketat” ini menyaratkan kompetensi dan profesionalisme, dimana kedua hal tersebut mengharuskan kita untuk memiliki mutu individual sebagai seorang guru maupun mutu institusi kita yaitu sekolah/yayasan. Persepktif global menjadi acuan kepada kita untuk dapat mempersiapkan diri menjawab tantangan global.
Profesionalisme
Paling tidak makna profesionalisme sering kita tafsirkan sebagai sebuah totalisas, penghargaan dan tanggung jawab penuh pada profesi, defisini dan fungsi guru tidak bisa disamakan lagi dengan guru “pengajar pengajian”, yang mengajar karena panggilan jiwa dan seikhlasnya. Datang hanya karena panggilan jiwa. Sehingga datang, dan tidak datangnya, tersampaikan atau tidak materi yang di paparkannya sulit dievaluasi dan dinilai pencapaian sasarannya. Guru sebagai sebuah profesi harus memenuhi kewajiban profesi. sehingga profesionalisme ini yang akan mengangkat bentuk penghargaan negara dan masyarakat pada profesi guru.
Guru dan Teknologi
Guru dihadapkan pada peserta didik yang hidup bersama teknologi maju, yang tidak dirasakan oleh guru pada masa sebelumnya, akses informasi siswa sangat massiv dan terbuka. sehingga seringkali guru sulit mengikuti perkembangan siswa, terutama dalam melakukan pengawasn dan pendidikan kontekstual. Padahal teknologi sering diibaratkan sebagai pisau bermata dua, satu sisi bermanfaat, satu sisi mendatangkan mudhorot. Bahkan kadangkala sisi yang satu (mudhorot) lebih besar dari sisi lainnya, hal ini bisa kita analogikan seperti orangtua yang melepas anaknya memegang pisau tanpa didampingi. Yang ada adalah anak itu akan terpotong tangannya.
Pemanfaatkan teknologi tepat guna, ini tidak bisa hanya dilakukan oleh guru IT. Tetapi juga mata pelajaran lain, agar siswa diberikan pemahaman tentang bagaimana memanfaatkan teknologi ini secara benar. Tanpa bimbingan guru siswa tidak mengerti bagaimana harus memanfaatkan teknologi secara tepat guna, bahkan yang ada siswa akan memenuhi kebutuhan id-nya seperti bermain game, dsb.
Siswa yang kecanduan teknologi informasi saat ini menjadi fenomena yang jamak. Terutama game online, bahkan sebagian mereka mulai mengakses situs porno. Lantas bagaimana guru menghadapi ini semua? ini menjadi kasus pada konteks kekinian yang harus kita jawab. saya akan coba memberikan beberapa alternatif.
Guru tidak akan mampu melarang anak untuk tidak menggunakan teknologi informasi, karena memang hal itu mustahil
Guru tidak melakukan judgement, atau sikap permusuhan terhadap anak yang sering bermain game online atau yang kedapatan sering membukan situs porno. Tetapi guru harus hadir sebagai teman.
Melakukan pendampingan atau memberikan saran kepada orangtua untuk melakukan pendampingan ketika anak sedang bermain
Guru harus mengalihkan sedikit-sedikit pada aktivitas TI yang ia senangi, misalnya game edukasi, dll.
Guru dan Informasi
Dekade sekarang masyarakat dunia sedang merasakan pengalaman baru mengakses informasi melalui telephone genggamnya. begitu mudah dan nyaris tanpa kontrol dari pihak yang berwenang, di tengah derasnya arus informasi. Guru dihadapkan pada perubahan sosio-kultur masyarakat, terlebih pada peserta didik yang terlihat lebih dewasa, terlihat lebih memiliki informasi global, juga pada aspek perubahan nilai dan tingkah laku yang besar dipengaruhi informasi-informasi tersebut
Untuk itu nilai (moral/agama) menjadi modal utama guru untuk memberikan auto-protected kepada siswa. Karena pengawasan siswa mengakses informasi tidak mungkin dilakukan, untuk itu auto-proteksi ini sangat penting diberikan agar siswa mampu memilih sendiri mana informasi yang baik dan informasi yang tidak baik. tentunya hal itu harus diarahkan
Guru-Masyarakat-Orangtua
saya pernah dimarahi oleh Prof. Arif Rahman ketika “curhat” bahwa orangtua siswa di sekolah saya menganggap bahwa tanggungjawabnya mendidik selesai karena telah menyerahkan anaknya untuk dididik di sekolah. Menurutnya “Orang tua yang berpikir seperti itu adalah orang tua yang tidak dilibatkan sekolah, dalam penentuan kebijakan, masalah-masalah anak, atau laporan perkembangannya, dan hal-hal lain menyangkut pendidikan anak
Padahal seperti yang kita ketahui bersama bahwa keberhasilan tujuan pendidikan terletak pada sinergi antara guru, siswa, dan masyarakat.

Kesimpulan dari Kesadaran Perspektif Global


Menurut Kamus Filsafat yang ditulis oleh Loren Bagus (1996) bahwa yang dimaksud dengan kesadaran adalah mengandung arti keinsyafan terhadap ego, diri, atau benda. Kesadaran adalah kemampuan untuk melihat dirinya sendiri sebagaimana orang lain dapat melihatnya. Dengan kata lain kesadaran adalah “pengakuan diri”. Kesadaran muncul dari dalam diri kita sebagai cetusan nurani. Kalau hal ini dikaitkan dengan perspektif global maka kesadaran di sini adalah pengakuan bahwa kita adalah bukan semata-mata sebagai warga suatu Negara tetapi juga warga dunia, yang mempunyai ketergantungan terhadap orang lain dan bangsa lain, serta terhadap alam sekitar baik secara lokal, nasional, maupun global. Dengan kesadaran itu muncul suatu pengakuan bahwa masalah global perlu dipelajari, dipahami dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, sehingga dalam berpikir, berucap, dan bertindak menunjukkan dan mencerminkan adanya kepedulian, kepentingan, dan kemanfaatan.
Landasan kesadaran dalam perspektif global dibagi menjadi tiga yaitu nasionalisme, norma dan agama, nilai budaya dan bangsa. Seorang yang dikatakan sadar terhadap perspektif global adalah yang berpikiran global namun bertindak lokal.

Nilai Budaya Bangsa


Bangsa kita memiliki nilai budaya yang luhur, yang dapat dijadikan pilar dan filter terhadap berbagai pengaruh yang negatif, serta sebagai pendukung bagi nilai dan pengaruh, yang membawa dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh adalah “Pela Gandong” di Ambon untuk landasan kerukunan, pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” untuk keteladanan, “rawe-rawe rantas malang-malang putung” sebagai symbol kebersamaan, dan “silih-asah silih-asih dan silih-asuh untuk acuan pendidikan masyarakat. Bukankah nilai budaya ini juga akan menjadi faktor pendukung sekaligus pilar terhadap globalisasi.
Tiga hal tersebut merupakan faktor pendukung dan sekaligus menjadi pilar terhadap pengaruh negative yang perlu diperkokoh dalam rangka memasuki era globalisasi.
Marilah kita melihat kembali globalisasi. Menurut Emil Salim (Mimbar Pendidikan, 1989), terdapat 4 bidang kekuatan gelombang globalisasi yang paling menonjol, yaitu;
1. Kekuatan pertama yang membuat dunia menjadi transparan dan sempit adalah gelombang perkembangan IPTEK yang amat tinggi. Kekuatan ini Nampak antara lain penggunaan computer dan satelit. Dengan teknologi ini sekaran orang dapat dengan cepat dapat menghimpun informasi dunia dengan rinci tentang segala hal, misalnya kekayaan laut, hutan, dan lain-lain. Dengan kemajuan IPTEK yang begitu kuat pengaruhnya sehingga dapat mengubah perspektif atau sikap, pandangan dan perilaku orang. Dengan kemajuan ini pula bahwa sekarang orang dapat berkomunikasi dengan cepat dimanapun mereka berada melalui handphone, internet, dan lain-lain.
2. Kekuatan kedua adalah kekuatan ekonomi. Ekonomi global yang terjadi saat ini demikian kuat, sehingga peristiwa ekonomi yang terjadi di suatu Negara akan dapat dengan mudah diikuti dan memperngaruhi Negara lain. Globalisasi dalam ekonomi Nampak sebagai suatu keterkaitan mata rantai yang sulit dilepaskan. Krisis moneter yang melanda Indonesia saat ini, tidak terlepas dari kegiatan ekonomi di Negara-negara ASEAN dan bahkan dunia.
3. Hal ketiga yang paling banyak disoroti saat ini adalah masalah lingkungan hidup, kita masih ingat tentang peristiwa kebakaran hutan di Indonesia yang berdampak dunia. Pengaruh asap kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera dapat dirasakan di Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, bahkan Filiphina. Dampaknya sangat terasa di seluruh dunia, dimana semua penerbangan ke Indonesua tertunda karena adanya gangguan asap.
4. Politik merupakan kekuatan keempat yang dirasakan sebagai kekuatan global. Misalnya krisi Teluk dampaknya sangat dirasakan secara global di Negara-negara lain, baik dalam segi politik maupun ekonomi. Adanya kekisruhan politik dalam negeri juga berdampak besar terhadap perkembangan pariwisata, perdagangan dan sebagainya.

Norma dan Agama

Bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang agamis, patuh terhadap aturan dan norma yang ada, baik itu norma adat, social, susila dan norma lainnya. Semua agama dan norma ini memberikan landasan kepada bangsa kita untuk dapat memilih dan memilah informasi yang dapat kita gunakan. Norma dan agama adalah pilar utama untuk menangkal pengaruh negative seriring dan gelombang globalisasi.

Nasionalisme

Imawan mengutip pendapat Haas (Yaya, 1998) bahwa nasionalisme yang kuat dapat menjadi pilar terhadap pengaruh buruk dari perkembangan teknologi yang pesat ini. Nasionalisme menunjuk pada totalitas kultur, sejarah, bahasa, psikologi serta sentiment social lainnya yang menarik orang pada satu perasaan saling memiliki cita-cita maupun nilai kemasyarakatan.
Nasionalisme adalah cinta tanah air dengan prinsip baik buruk adalah negeriku. Namun dalam melaksanakannya nasionalisme itu tidak disikapi secara kaku, atau merupakan kesetiaan yang buta. Nasionalisme tetap perlu dilandasi oleh logika dan rasional.
Nasionalisme harus mampu menangkal perbedaan suku, adat-istiadat, ras dan agama. Namun juga tidak lagi baik buruk adalah negaraku dan bangsaku. Yang baik harus kita ambil dan yang buruk kita tinggalkan. Kita memiliki kesadaran nasionalisme yang cukup kuat, misalnya kesetiakawanan social, ketahanan nasional, dan musyawarah nasional.

Arti Gender Menurut Islam Dalam Perspektif Klasik dan Modern

Definisi Islam
islam adalah sistem kehidupan yang mengantarkan manusia untuk memahami realitas kehidupan. Islam juga merupakan tatanan global yang diturunkan Allah sebagai Rahmatan Lil-’alamin. Sehingga – sebuah konsekuensi logis – bila penciptaan Allah atas makhluk-Nya – laki-laki dan perempuan – memiliki missi sebagai khalifatullah fil ardh, yang memiliki kewajiban untuk menyelamatkan dan memakmurkan alam, sampai pada suatu kesadaran akan tujuan menyelamatkan peradaban kemanusiaan.
Dengan demikian, wanita dalam Islam memiliki peran yang konprehensif dan kesetaraan harkat sebagai hamba Allah serta mengemban amanah yang sama dengan laki-laki. Berangkat dari posisi di atas, muslimah memiliki peran yang sangat strategis dalam mendidik ummat, memperbaiki masyarakat dan membangun peradaban, sebagaimana yang telah dilakukan oleh shahabiyah dalam mengantarkan masyarakat yang hidup di zamannya pada satu keunggulan peradaban.

Mereka berperan dalam masyarakatnya dengan azzam yang tinggi untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang ada pada diri mereka, sehingga kita tidak menemukan satu sisipun dari seluruh aspek kehidupan mereka terabaikan. Mereka berperan dalam setiap waktu, ruang dan tataran kehidupan mereka. Kesadaran para shahabiyat untuk berperan aktif dalam dinamika kehidupan masyarakat terbangun dari pemahaman mereka tentang syumuliyyatul islam, sebagai buah dari proses tarbiyah bersama Rasulullah SAW. Islam yang mereka pahami dalam dimensinya yang utuh sebagai way of life, membangkitkan kesadaran akan amanah untuk menegakkan risalah itu sebagai sokoguru perdaban dunia.
Dalam perjalanannya, terjadi pergeseran pemahaman Islam para muslimah yang berdampak pada apresiasi mereka terhadap terhadap nilai-nilai Islam – khususnya terkait masalah kedudukan dan peran wanita – sedemikian hingga mereka meragukan keabsahan normatif nilai-nilai tersebut. Hal muncul disebabkan ‘jauhnya’ ummat ini secara umum dari Al Qur’an dan Sunnah.
Disamping itu, di sisi lain pergerakan feminis dengan konsep gendernya menawarkan berbagai ‘prospek’ – lewat manuvernya secara teoritis maupun praktis – tanpa ummat ini memiliki kemampuan yang memadai untuk mengantisipasi sehingga sepintas mereka tampil menjadi problem solver berbagai permasalahan wanita yang berkembang. Pada gilirannya konsep gender – kemudian cenderung diterima bulat-bulat oleh kalangan muslimah tanpa ada penelaahan kritis tentang hakekat dan implikasinya.

Paradigma Islam dan Feminisme
Apakah Islam mengenal istilah gender – baik dalam perspektif klasik dan modern? Ini adalah pertanyaan yang sangat mendasar. Untuk tidak memunculkan kesalahan dan kerancuan dalam paradigma berpikir, agaknya perlu dijelaskan masalah ini – dengan memaparkan metodologi Islam dan feminisme – agar interpretasi kita para muslimah dalam memahami wacana tentang peran perempuan tetap berada dalam koridor konsepsi Islam yang utuh.

Metodologi Feminisme (Gender) 
Kelemahan paling mendasar dari teori feminisme adalah kecenderungan artifisialnya pada filsafat modern. Pemikiran modern memiliki logika tersendiri dalam memandang realitas. Filsafat modern membagi realitas dalam posisi dikotomis subyek–obyek, dimana rasionalisme dan empirisme merajai pandangan dikotomis atas realitas, dimana laki-laki (subyek) dan perempuan (obyek) dan hubungan diantara keduanya adalah hubungan subyek–obyek (yang satu mensubordinasi yang lain).
Dalam pandangan feminisme modern, deskripsi atas realitas seksual hanyalah patriarkal atau matriarkal. Kelemahan dari dikotomis ini menjadi mendasar karena dalam teori feminisme modern, realitas menjadi tersimplikasi ke dalam sistem patriarki. Hal ini kemudian didekontsruksi oleh era post–modernisme dengan post–strukturalisme.
Post–strukturalisme membongkar dikotomi subyek–obyek atau ketunggalan kebenaran subyek tertentu. Sehingga realitas seksualpun tidak lagi dipandang hanya dalam dikotomi yang demikian, tetapi dipandang sebagai bentuk pluralitas dengan kesejajaran kedudukan dan masing- masing memiliki nilai kebenarannya sendiri. Kelemahan lain adalah alat filsafat modern itu sendiri, yaitu rasionalisme dan imperialisme.
Dengan rasionalismenya, modernisme mengandalkan bangunan utama subyektif manusia adalah rasionya, dan mambalut kekuatan subyektif dalam keutamaan rasionya. Sedangkan empirisme mengutamakan pengalaman inderawi dan materi sebagai ukuran kebenaran. Feminisme tidak terlepas dari kelemahan ini pula sehingga baik dalam teori maupun gerakan feminisme mau tidak mau menempatkan diri dalam kategorisasi alat modernisme yaitu rasionalisme dan empirisme.

Metodologi Islam
Jika feminisme mendasarkan teorinya pada pandangan atas realitas yang didikotomi atas realitas seksual (patriarkal), sebagaimana liberalisme atas realitas manusia (individu) dan sosialis atas realitas manusia (masyarakat), maka didalam Islam pandangan atas realitas bukan semata-mata tidak ada dikotomi (sebagaimana post– strukturalisme), sehingga setiap bagian tertentu memiliki nilai kebenaran sendiri.

Di dalam Islam, nilai kebenaran dalam pandangan post–strukturalisme adalah nilai kebenaran relatif, sementara tetap ada yang mutlak. Sehingga andaipun ada dikotomi atas subyek–obyek, maka subyek itu adalah Sang Pencipta yang memiliki nilai kebenaran mutlak, sedangkan obyeknya adalah makhluk seluruhnya yang hanya dapat mewartakan sebagian dari kebenaran mutlak yang dimiliki-Nya.

Dengan demikian dalam Islam, hubungan manusia dengan manusia lain maupun hubungan manusia dengan makhluk lain adalah hubungan antar obyek. Jika ada kelebihan manusia dari makhluk lainnya maka ini adalah kelebihan yang potensial saja sifatnya untuk dipersiapkan bagi tugas dan fungsi kemanusiaan sebagai hamba (sama seperti jin, QS 51:56) dan khalifatullah (khusus manusia QS 2:30).

Kelebihan yang disyaratkan sebagai kelebihan pengetahuan (konseptual) menempatkan manusia untuk memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari obyek makhluk lain dihadapan Allah. Akan tetapi kelebihan potensial ini bisa saja menjadi tidak berarti ketika tidak digunakan sesuai fungsinya atau bahkan menempatkan manusia lebih rendah dari makhluk yang lain (QS 7:179).

Realitas kemanusiaan juga demikian, dia tidak didasarkan oleh kelebihan satu obyek atas obyek yang lain, berupa jenis kelamin tertentu atau bangsa tertentu. Perubahan kedudukan hanya dimungkinkaan oleh kualifikasi tertentu yang disebut dengan taqwa (QS 49:13). Dengan demikian, dikotomi subyek–obyek di dalam Islam tidak sesederhana pandangaan feminisme modern, yaitu dalam sistem patriarkal maupun matriarkal.
Kualifikasi yang terikat pada subyek tertinggi yaitu Allah adalah kualifikasi yang melintasi batas jenis kelamin, kelas sosial ekonomi, bangsa dan sebagainya. Dengan demikian kategori-kategori kelebihan subyek atau kelebihbenaran dalam Islam tidak berdasarkan rasionalisme dan empirisme, namun kategorisasi yang melibatkan dimensi lain yaitu wahyu.
Secara normatif, pemihakan wahyu atas kesetaraan kemanusiaan laki- laki dan perempuan dinyatakan di dalam Al Qur’an surat 9:71. Kelebihan tertentu laki-laki atas perempuan dieksplisitkan Al Qur’an dalam kerangka yang konteksual (QS4:34). Sehingga tidak kemudian menjadikan yang satu adalah subordinat yang lain.
Dalam kerangka yang normatif inilah nilai ideal universal wahyu relevan dalam setiap ruang dan waktu. Sedangkan dalam kerangka konstektual, wahyu mesti dipahami lengkap dengan latar belakang konteksnya (asbabun nuzul-nya) yang oleh Ali Ashgar Engineer disebut terformulasi dalam bahasa hukum (syari’at).
Syari’at adalah suatu wujud formal wahyu dalam kehidupan manusia yang menjadi ruh kehidupan masyarakat. Antara wahyu (normatif) dengan masyarakat (konteks) selalu ada hubungan dinamis sebagaimana Al Qur’an itu sendiri turun dengan tidak mengabaikan realitas masyarakat, tetapi dengan cara berangsur dan bertahap. Dengan proses yang demikian idealitas Islam adalah idealitas yang realistis bukan elitis atau utopis karena jauhnya dari realitas konteks.
Dari kedua metodologi diatas, jelas bagi kita bahwa feminisme dengan konsep gendernya tidak ada dalam Islam. Namun kita dituntut untuk mampu menjelaskan peran muslimah itu sendiri dengan paradigma Islam (syumul dan komprehensif). Inilah tugas kita sebagai muslimah.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”

PENTINGNYA KESADARAN DALAM PERSPEKTIF GLOBAL

Dari Kamus Filsafat yang ditulis oleh Loren Bagus (1996) bahwa yang dimaksud dengan kesadaran adalah mengandung arti keinsyafan terhadap ego, diri, atau benda. Kesadaran adalah kemampuan untuk melihat dirinya sendiri sebagaimana orang lain dapat melihatnya. Dengan kata lain kesadaran adalah “pengakuan diri”. Kesadaran muncul dari dalam diri kita sebagai cetusan nurani. Kalau hal ini dikaitkan dengan perspektif global maka kesadaran di sini adalah pengakuan bahwa kita adalah bukan semata-mata sebagai warga suatu Negara tetapi juga warga dunia, yang mempunyai ketergantungan terhadap orang lain dan bangsa lain, serta terhadap alam sekitar baik secara lokal, nasional, maupun global. Dengan kesadaran itu muncul suatu pengakuan bahwa masalah global perlu dipelajari, dipahami dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, sehingga dalam berpikir, berucap, dan bertindak menunjukkan dan mencerminkan adanya kepedulian, kepentingan, dan kemanfaatan.

Di kehidupan global yang pertama kali harus disadari adalah bahwa manusia adalah merupakan warga Negara global, sebagai penduduk dunia yang memiliki hak dan kewajiban tertentu. Hak merupakan cornerstone of citizenship (Stainer, 1996:20), merupakan inti dari kehidupan warga dunia. Sedangkan kewajiban merupakan panggilan atau tanggung jawab atau tugas kita sebagai warga dunia. Selain itu, perlu kita sadari bahwa di dunia ini tidak hanya ada kita, akan tetapi pada orang lain yang bermukin di seluruh belahan dunia. Oleh karena itu, kita harus banyak mempelajari tentang dunia dan seisinya.

Dan karena siswa kita merupakan bagian dari dunia maka dia harus diberikan pengetahuan tentang keberadaan dia sebagai penduduk dunia. Tugas guru adalah mengglobalkan pengetahuan dan sikap serta kesadaran siswa terhadap dunia. Guru seperti ini adalah guru global atau Global Teacher(Steiner, 1996).

Kesadaran tentang terjadinya globalisasi adalah sikap menerima suatu kenyataan bahwa planet tempat kita berada ini semakin menyempit dengan adanya terobosan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sikap dalam menghadapi globalisasi ini adalah bukan melawan arus globalisasi akan tetapi kita harus dapat “menjinakkan” globalisasi itu sendiri. Globalisasi adalah suatu proses yang berlanjut, bila kita lambat mengikutinya maka kita akan semakin ketertinggalan. Tetapi juga akan berakibat fatal apabila kita salah dalam memperlakukannya.

Kita menyadari betul bahwa perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) begitu pesat menurut Makagiansar (Mimbar, 1989).

Kemajuan IPTEK ini ditandai dengan berbagai temuan yang mengagumkan. Kita ketahui berbagai temuan dalam ilmu pengetahuan yang berdampak dunia, misalnya tentang pengembangbiakkan makhluk hidup melalui sel yaitu “cloning”, dan ditemukannya hijau daun (klorofil) sebagai obat pembasmi kanker (Republika, 10 Februari 1998). Selain itu, kemajuan dalam bidang teknologi informasi terutama penggunaan computer dan satelit juga merupakan faktor yang mempercepat arus globalisasi ini. Masih banyak contoh lainnya yang membuktikan bahwa kemajuan dalam IPTEK mempunyai dampak secara global.

Perkembangan teknologi komunikasi dimulai dengan diciptakannya pesawat telepon oleh Alexander Grahan Bell (Yaya, 1998) pada tahun 1976). Hal ini membawa perubahan besar terhadap teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi ini lebih diperkuat lagi dengan berkembangnya teknologi computer yang diciptakan oleh Atansoff dan Clifford Berry tahun 1939. Kedua teknologi tersebut secara bersinergi memberikan landasan yang kuat bagi perkembangan teknologi komunikasi modern.
Dengan adanya teknologi telepon ini tidak lagi mengenal batas administrasi Negara. Telepon mempunyai jangkauan yang sangat jauh dan luas, namun demikian manusia tidak puas, selalu merasakan adanya kekurangan, bagaimana kalau orang yang ditelepon tidak ada di tempat? Bukankah komunikasi tersebut akan terhenti sampai di situ? Oleh karena itu, para ilmuwan terus berpikir, maka munculah teknologi untuk mensinergikan sehingga bersinerginya telepon dan computer sehingga muncul surat elektronik, pager, telepon genggam, dan internet yang dapat mengatasi kekurangan teknologi telepon seperti disebutkan di atas.

Teknologi merupakan alat dan jalan untuk menggunakannya sangat tergantung pada orangnya. Apabila digunakan untuk hal yang negatif maka teknologi menjadi sesuatu yang jelek dan menakutkan, sebaliknya apabila digunakan untuk kepentingan yang positif maka teknologi menjadi sesuatu yang baik dan sangat mengasyikkan. Di sinilah pentingnya kesadaran dan wawasan agar teknologi lingkungan untuk kepentingan yang positif.
Saat ini, kita memasuki abad “duni tanpa tapal batas” administrasi Negara. Kita merasakan bahwa dunia menjadi semakin sempit, dan transparan. Suatu peristiwa yang terjadi di satu belahan dunia akan dengan cepat diketahui di belahan dunia lainnya. Pengaruhnya dapat menembus langsung ke pelosok-pelosok dunia. Untuk ini kita daoat mengetahui dari Koran, televisi, radio, telepon, internet, e-mail, dan sebagainya. Inilah teknologi komunikasi yang merupakan media informasi bagi manusia.

Sadarkah kita, bahwa di rumah saat ini sudah dipenuhi dengan alat dan media sebagai hasil kemajuan teknologi, misalnya TV, radio, telepon, parabola dan sebagainya. Alat dan media tersebut mempersempit dunia. Kita dapat mengetahui apa yang terjadi di Timur Tengah, Eropa, dan Amerikan secara sekejap.

Di sinilah kita memerlukan kesadaran yang tinggi serta wawasan yang luas. Dengan kesadaran bahwa kita merasakan adanya kebutuhan memahami masalah global, serta dengan wawasan yang luas kita dapat memilih dan memilah informasi atau nilai mana yang diperlukan dan mana yang tidak, mana yang sesuai dengan nilai budaya kita dan mana yang tidak.

10.14.2012

Perspektif Global Visi Sejarah

Pada abad XVIII Emmanuel Kant telah mengungkapkan bahwa sejarah dan geografi merupakan ilmu dwitunggal, artinya jika sejarah mempertanyakan suatu peristiwa itu terjadi, pengngkapan itu masih belum lengkap, jika tidak dipertanyakan dimana tempat terjadinya. Dalam hal ini, dimensi waktu dengan ruang saling melengkapi. Dengan dipertanyakan waktu dan tempatnya akan karakter peristiwa itu menjadi dan jelas adanya. Dengan kata lain perspektif sejarah sama dengan perspektif waktu, terutama waktu yang telah lampau. Perspektif sejarah suatu peristiwa, membawa citra kepada kita tentang suatu pengalaman masa lampau yang dapat dikaji hari ini, untuk memprediksi kejadian-kejadian yang akan datang. Perspektif global dari sudut pandang sejarah tentang tokoh-tokoh, bangunan-bangunan,   perang, pertemuan, internasional, dan peristiwa-peristiwa sejarah yang memiliki dampak luas terhadap tatanan kehdupan global, dapat dimunculkan dalam pendidikan sebagai acuan trnspormasi budaya serta pengembangan kualitas sumber daya manusia generasi muda untuk memasuki kehidupan global di hadapannya.

Perspektif Global Dari Visi Geografi

Geografi adalah ilmu keruangan yang mengkaji berbagai fenomena dalam kontek keruangannya. Ruang yang dikonsepkan dalam geografi yaitu permukaan bumi yang tiga dimensi terdiri atas muka bumi yang berupa darah dan perairan serta kolom udara diatasnya. Ruang permukaan bumi ini secara bertahap ukuran dan jaraknya mulai dari tingkat local, regional sampai ketingkat global. Oleh karena itu perspektif geografi adalah perspektif keruangan yang bertahap dari perspektif local, regional sampai ke perspektif global.
Perspektif geografi atau perspektif keruangan adalah suatu kemampuan memandang secara mendalam berkenaan dengan fenomena, proses, dan masalah keruangan permukaan bumi, baik masa lampau, saat ini, terutama untuk masa yang akan dating. Pendekatan yang dapat diterpkan pada perspektif keruangan ini, yaitu pendekatan sejarah dan kemampuan mempredeksi. Dalam ruang lingkup kajian perspektif keruangan ini berkembang mulai dari perspektif local, perspektif regional, sampai perspektif global, perjhatikan, amati, dan hayati serta perkembangan yang terjadi di tempat anda dari waktu ke waktu. Bagaimana keadaan permukiman, jalan, pertanian, pengairan, perdangangan, dan keadaan penduduk setempat.
Melalui proses pengamatan perspektif local, anda dapat menyaksikan bahwa perkampungan yang satu dengan yang lebih luas dari perkampungan lain-lainnya, yaitu kerena adanya jalan, alat angkutan, atau transportasi, juga karena arus manusia dan barang. Disini terjadi proses social ekonomi dalam bentuk interaksi antar penduduk (manusia).
Telah anda mengamati dan menghayati meluasnya perkampungan, anda juga dapat mengamati serta menghayati meluasnya suatu kota dari waktu ke waktu. Anda dapat mengevaluasi perkembangan kota yang bersangkutan dari waktu ke waktu. Selain areal atau kawasannya yang makin luas, juga isi kota itu mengalami perkembangan. Pemukiman penduduk, tempat perbelanjaan, pasar, jaringan jalan, jumlah penduduk, dan seterusnya mengalami perubaha serta perkembangan. Bahkan anda memperhitungkan masa yang akan datang atau memprediksi bahwa kota-kota kecil itu akan bersambung satu sama lain dan akan membentuk kota yang lebih besar dari semula. Dalam proses perluasan kota dan penambahan serta pertambahan penduduknya, telah terjadi proses yang dikenal sebutan urbanisasi.
Urbanisasi sebagai suatu proses, menurut WJ. Waworoentoe, A Syarif Puradimandja, Utom Rustam (Prisma, 1972:7-12 ), terjadi karena adanya tiga yang berkaitan satu sama lain. Tiga peristiwa yang termasuk dalam proses urbanisasi itu yaitu.
1.      Perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan
2.      Perluasan area atau kawasan kota
3.      Perubahan cara hidup sebagai orang kota

10.12.2012

Pendidikan Perspektif Global

Pengertian Pend.Perspektif Global Perspektif : pandangan, wawasan, tinjauan
Global            : Globe, bumi, jagat raya,

Perspektif global :
-Pola berfikir dan berwawasan yang mendunia, menjagat, universal.
-Cara pandang yang melihat bahwa dunia adalah satu kesatuan yang utuh, dimana setiap manusia dan bangsa-bangsa saling ketergantungan dan saling mempenga-ruhi dalam menjaga keseimbangan dan kelestariannya 

Pengertian 
Globalisasi:
Proses transformasi yang mendorong segala aktifitas manusia ke dalam kehidupan global
Pendidikan  Perspektif Global:
Pendidikan yang membekali wawasan global untuk membekali siswa memasuki era globalisasi.
Siswa mampu bertindak lokal dengan dilandasi wawasan global.————àthink globally, act locally. 

KEKUATAN-KEKUATAN YANG MENDORONG PROSES GLOBALISASI

1.     Proses industrialisasi dan teknologi
2.     Kemajuan komunikasi dan informasi serta transportasi
3.     Pekerjaan dan imigrasi
4.     Efek polusi terhadap kehidupan manusia
5.     Persaingan dan perdagangan senjata
6.     Kebudayaan, konsumsi dan media massa
SEJARAH MUNCULNYA PPG 
Tahun 1950-an: AS berusaha memikirkan kepen-tingan nasionalnya.
Tahun 1970-an: di AS masih pro kontra tentang pentingnya pend.perspektif global.
misalnya: apa tujuannya?, apa materinya?, bagaimana menyampaikannya?, dll.
Ada 4 kelompok kepentingan di AS: 
1.     Merkantilisme baru (kepentingan nasional AS) 
2.     Reformis (bangsa-bangsa saling bekerjasama) 
3.     Utopian Kiri (dunia diatur dg sistim sosialis) 
4.     Ultra Konservatif (AS menjadi pusat ekonomi, politik, IPTEK, budaya dll)
TUJUAN PENDIDIKAN PERSPEKTIF GLOBAL
1.     Mengembangkan pengertian keberadaan mereka membentuk masyarakat 
2.     bahwa mereka merupakan anggota masy. manusia 
3.     bahwa mereka adalah penghuni planet bumi, dan kehidupannya tergantung pada bumi
4.     bahwa mereka adalah partisipan atau pelaku aktif dalam masyarakat global 
5.     Mendidik siswa agar mampu hidup secara bijaksana dan bertanggung jawab, sbg individu, umat manusia, penghuni planet bumi, dan sbg anggota masy. global
ISTILAH-ISTILAH PPG 
  • Global Education
  • Global Perspectives in Education
  • Education for Global Perspective
  • International Education
  • World Studies
HAKEKAT PPG  
  • Pendidikan internasional 
  • Pendidikan yang berwawasan global
PPG menekankan pada: 
1.     Kesadaran thd perspektif global 
2.     Memahami sistim-sistim global 
3.     Sejarah globalisasi 
4.     Saling pengertian terhadap budaya bangsa lain
Pokok-Pokok Pikiran PPG 
1.     Terjadi peningkatan globalisasi 
2.     Aktor/pelaku interaksi tingkatan dunia bukan hanya negara tetapi perseorangan, kelompok lokal, organisasi 
3.     Kehidupan umat manusia tergantung pada satu lingkungan fisik dunia 
4.     Ada saling keterkaitan aktifitas manusia di bidang ekonomi, politik, budaya dll. 
5.     Terjadinya globalisasi yang melibatkan seluruh umat manusia, yg menuntut peran masing-masing

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Lelly Chusna | Owner